Waspada Penjemputan Paksa!

 Waspada Penjemputan Paksa!

Ilustrasi

Bagi Pekerja Migran Indonesia yang menempuh proses pemulangan, harap tetap waspada! Oknum Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) bisa jadi justru mengincar di saat perjalanan kembali ke tanah air.

Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) telah beberapa kali menemui pola serupa. Kali ini, SBMI mendampingi WP, seorang Pekerja Migran Indonesia yang berasal dari Kabupaten Bangli, Bali.

Pemulangan WP berawal dari pengaduannya kepada SBMI Banyuwangi. WP adalah Pekerja Migran Indonesia yang ditempatkan secara non prosedural oleh PT IES Malang, perusahaan yang merekrutnya. WP tidak tercatat dalam data penempatan Singapura BNP2TKI. Selama bekerja di Singapura, WP kerapkali mengalami kekerasan psikis dari majikan. Ia juga seringkali bekerja lembur tanpa dibayar.

Berdasarkan pengaduan tersebut, SBMI Banyuwangi menindaklanjuti dengan melakukan inventarisasi keterangan dari keluarga dan menghimpun bukti pendukung guna pelaporan kepada pihak yang berwenang. Dalam tuntutan yang dilayangkan, pihak PT diminta bertanggung jawab atas kelalaian melakukan penempatan WP secara nonprosedural.

Dalam pemulangan WP itu, sempat terjadi kucing-kucingan. Penjemputan paksa oleh oknum PJTKI pun nyaris terjadi. Setelah gagal menjemput paksa di bandara, oknum PJTKI pun mencoba melakukan penjemputan paksa di stasiun kereta.

Di bandara, WP selamat karena berhasil diamankan oleh pihak UPT Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI (P3TKI) Disnaker Provinsi Jawa Timur. Penjemputan paksa di stasiun kereta juga digagalkan berkat kesigapan SBMI Banyuwangi mengubah titik kedatangan.

Pencegahan penjemputan paksa ini dapat dilakukan atas upaya SBMI Banyuwangi berkoordinasi dengan UPT P3TKI dan petugas keamanan bandara untuk membantu evakuasi sementara. Ini dilakukan agar tidak ada upaya penjemputan paksa seperti yang telah terjadi dalam kasus sebelumnya.

Diduga, ada kebocoran informasi mengenai kepulangan WP.

“Kemungkinan, pihak PT mengetahui kepulangan WP dari agency, yang diteruskan ke perekrutnya Sdr. L yang berdomisili di Banyuwangi dengan menanyakan keberadaan posisi WP dan suami via WhatsApp yang kemudian mengirimkan foto bukti tiket kepulangan melalui kereta dari Surabaya ke Banyuwangi versi UPT P3TKI”, ungkap Exy Yudiawan, tim advokasi SBMI Banyuwangi.

Menurut Exy, penjemputan paksa oleh oknum PJTKI sering dialami oleh Pekerja Migran Indonesia yang bekerja di Singapura. Biasanya, Pekerja Migran Indonesia itu mengalami permasalahan dengan majikan, atau ada pelanggaran aturan kerja oleh majikan sehingga Pekerja Migran Indonesia itu dipulangkan atau meminta pulang. Dalam kasus WP, PJTKI justru memvonis WP dengan denda karena WP meminta pulang di saat masa kerjanya belum berakhir di rumah majikan dan potongan gajinya belum selesai.

Padahal, dengan kejadian kekerasan yang dialami WP selama bekerja pada majikannya, PJTKI seharusnya memberikan bantuan dan pertolongan kepada WP, bukan malah menjeratnya dengan sejumlah denda yang menjadi beban WP untuk membayar.

Pencegahan penjemputan paksa ini mendapatkan perhatian dari Djunaedi, Koordinator Counter Petugas UPT P3TKI yang berada di Bandara Juanda, Sidoarjo. Ia berpesan agar para Pekerja Migran Indonesia mengindari oknum penjemput paksa di bandara. “Kalau kamu dijemput oleh siapapun jangan mau, demi keamananmu, kecuali yang jemput petugas kami dengan ciri- ciri berseragam dinas resmi Disnaker Provinsi Jawa timur,” ujar Djunaedi.

Melly Antina
Sekretaris Serikat Buruh Migran Indonesia DPC Banyuwangi

===
Kisah ini dituliskan kembali untuk JalaStoria.id

Digiqole ad